Seorang yang bercita-cita menjadi sufi, penggemar Aa Gym, koran dan radio transistor. Lahir dan besar di lingkungan kyai Nahdlatul Ulama di daerah Ngempon (Karang Jati). Nggak beda jauh dengan Jiban, dia (Kang Obi) juga lelaki baik-baik aja bahkan cenderung lugu. Anak seorang pemilik penggilingan padi. Gaya duduknya itu bukannya ingin memperlihatkan kesombongan, tapi ya begitulah gaya standar pemuka agama yang ada di desa-desa. Di hadapan banyak orang, dia seringkali menjadi pemimpin dan panutan, tapi di hadapan kami, dialah sasaran cemoohan dan ledekan (just forgive us).
Apalagi memory tentang kamu ya ?
Ahhh, pasti kartu OSIS itu masih setia kamu simpan di dompet yang mungkin sudah sejak SMA gak pernah ganti, dan juga HP itu pasti masih dibalut dengan "isolasi", supaya tetap kelihatan sebagai HP, dan... dilarang minta pulsa telpon ke teman-teman hanya untuk nelpon cewe...
Kang Obi sekarang "tersesat" jauh di timur Indonesia, tepatnya di Kendari. Bekerja sebagai pegawai di Biro Pusat Statistik. Keinginan utamanya adalah pulang ke tanah Jawa, tapi tampaknya Tuhan nggak setuju. Keinginannya adalah kawin dengan orang sunda, tapi emak dan bapak gak menyetujui. Ingin juga jadi sufi, sayang sampai sekarang belum benar-benar terbukti...
Kang Obi dan banyak cita-citanya sekarang pastilah memilih menghabiskan waktu di perpustakaan, mendatangi pengajian, mendengarkan radio dan baca koran. Maklum seminggu cuma masuk kerja 2 hari, itupun cuma sampai jam 12 siang (smoga sudah berubah). Memang lebih baik begitu, daripada di Jakarta sini yang penuh dengan godaan untuk berbuat maksiut.
Pesan kami, jangan lama-lama di kendari dan jangan pula orang sunda kau kawini, ibu bapak jelas tak merestui...