Monday, September 26, 2005

Selingan

Kepada yang terhormat, bapak John Davis beserta rekan, dipersilahkan untuk membawakan sebuah lagu. Waktu dan tempat kami persilahkan....




posted by: godril

Friday, September 23, 2005

BAB I pasal 3

ALKISAH, di sebuah jaman dan di suatu tempat, hiduplah seekor naga dan seekor ular yang memiliki cara pandang yang berbeda. Tetapi walaupun begitu mereka adalah sepasang sahabat. Pekerjaan keduanya adalah membangun benteng untuk sebuah kerajaan yang menginginkan pertahanan. Kadang-kadang keduanya sering berbeda pendapat tetapi pada akhirnya rujuk kembali. Pernah suatu kali ketika mereka mengitari bumi dan menemukan tempat yang indah di bawah lereng, si ular yang menyukai kesederhanaan cara pandang berkata "Wah, gunung ini indah, banyak hutan yang membuatnya berwarna hijau, akan kubuat beberapa lorong di bawahnya agar air tidak mengikis permukaannya, sehingga hijaunya bertahan sampai lama." Dan sang naga yang memiliki ketajaman pemikiran sampai menembus inti bumi pun berkata, "Di dalam gunung itu menunggu lahar yang siap membunuh semua yang datang padanya karena tertarik dengan pemandangannya, mungkin harus kubangun bendungan yang megah dan kokoh untuk menahan lahar sehingga gunung tersebut tetap indah adanya." Demikianlah kesaktian keduanya, si ular menyukai keindahan sebuah keindahan susunan di belakang sebuah bentuk, tetapi si naga lebih suka memperindah bentuk sekaligus membangun susunan pertahanan dibaliknya, walaupun tak sekuat susunan pertahanan si ular, dan bila keduanya digabungkan, maka tak ada kekuatan yang merangkak di atas bumi ini yang mampu menandingi.

Suatu hari sang ular bertandang ke tempat persemayaman sang naga, yang pada waktu itu ternyata sang naga sedang menuliskan kitab dengan menggunakan lidah apinya yang terpancar dari hatinya. Oh ya aku lupa mengatakan bahwa keduanya suka sekali menulis kitab tentang hidup, sang hyang widi, dan alam semesta. "Wahai naga sahabatku, sedang apakah engkau?" Sang naga pun berbalik tersenyum sejenak dan meneruskan memuntahkan jilatan api untuk membentuk huruf-huruf di atas sebuah lempeng batu, "Seperti biasa kisanak, aku sedang menuliskan gelora hatiku, apa kabarmu?" Sang ular pun mengambil tempat di sebuah lereng gunung untuk melingkarkan badannya sambil melihat tulisan-tulisan sang naga yang sedang asik di menari-nari di dataran gunung sebelah timurnya. "Ah kudengar kau sedang membangun sebuah benteng, kisanak? Bagaimana perkembangannya?" tanya sang ular kepada sang naga. Sang naga pun berhenti sejenak dan termenung sambil bergumam, "Ah, dasar jendral bodoh! Dengan upeti yang diberikannya kepadaku, aku sanggup membuat sebuah benteng yang cukup besar dari emas permata, yang di dalamnya bisa kusiapkan semua bandil dan panah api, dan tak dapat diruntuhkan, walaupun benteng itu mungkin tidak terlalu besar. Tapi aku jamin kuat! Ah mereka malah meminta sebuah benteng yang nampak megah dari papan kayu, mereka hanya ingin tampak megah dan berharap musuh akan gentar dengan pemandangan seperti itu, sehingga bisa menikmati sisa emas yang diperuntukkan untuk membangun benteng. Sebuah taruhan terlalu mahal bagiku, hanya untuk mengenyangkan perut mereka!" Dengan sedikit luapan amarah sang naga menjelaskan panjang lebar apa yang terjadi. "Hm," gumam sang ular, "ternyata tak hanya diriku yang menemui beberapa orang yang merasa nyaman dengan kepalsuan, kisanak." Sang naga pun menoleh, "Jadi kisanak pun menemukan orang-orang bodoh seperti itu? Di mana?" sang naga agak sedikit penasaran. "Ya benar, ada banyak, masih satu negeri dengan kerajaan yang kau cemooh itu kisanak, di kerjanaan sebelah utara sana. Berharap aku membangun sebuah gorong-gorong dan pertahanan yang murah, dan berharap musuh gentar dengan pertahanan kosong itu, yang sebenarnya hanya dengan satu ketapel sebesar gunung kecil ini mampu merobohkan semuanya dalam sekejap. Yang membuatku sedih, bahkan mereka sebenarnya cukup mampu untuk membuat benteng 4 kali lebih kuat dari buatan kita, dengan semua hasil bumi kerajaan tersebut." Sang naga pun melingkarkan ekornya ke lereng gunung dan tidak mengacuhkan kitab nya, untuk menanggapi sang ular, sambil tertawa lirih berkata, "Hehe, jadi benar ya, negeri ini hanya suka seusuatu yang nampak megah, dan berharap bahwa musuh akan gentar dengan melihat benteng yang hanya terbuat dari papan kayu itu, sementara mereka menghibur diri dengan upacara-upacara mengenyangkan perut dan minum tuak?" "Yah begitulah.." jawab pendek sang ular. "Kisanak..", sang naga memanggil sang ular. "Ya ada apa?" "Sudah lama kita tidak bermain bukan? Bagaimana kita bermain sejenak?" sambung sang naga agak bersemangat. "Ah baiklah, mungkin itu usul yang cukup bagus untuk melampiaskan kemarahan kita." sambut sang ular penuh semangat. "Marilah kisanak!" Dan sang naga pun sudah mengambil posisi menyerang di atas samudra, sedangkan sang ular sudah mengangkasa mempersiapkan taring-taringnya di atas sebuah lembah yang besar, dan kilat serta gemuruh badai pun melanda sekitarnya. Mereka melatih kesaktian mereka untuk kesekian kalinya, untuk melindungi sang bumi pertiwi dari serangan musuh yang lebih besar, yaitu diri mereka sendiri pada saat dilanda keangkaramurkaan, keserakahan, ketamakan, dan kelicikan. Dan benteng-benteng yang terbuat dari papan tipis itu pun luluh lantak terkena libasan ekor sang ular, dan gorong-gorong tanah liat itu pun longsor terkena jilatan api sang naga.... namun tak ada satu nyawa pun tercabut. Ya.. mereka hanya ingin menunjukkan betapa bodohnya orang-orang itu.

-godril-

Thursday, September 22, 2005

Aku Males...

Rabu, 14 September 2005

Rabu ini, kerjaan semua terbengkalai. rasanya males banget mau nyelesaiin, maklum teman-teman malah banyak yang nge-game. Pemandangan yang harusnya "aneh" di kantor yang notabene perusahaan BUMN, tapi ternyata hal tersebut memang nyata-nyata terjadi di sini. seharian aku harus merasa enjoy dengan semua pemandangan ini. lebih baik kubuka-buka buku aja membaca kembali baik cerita maupun manual peralatan yang mungkin menambah kemampuanku mengenai pekerjaan.Siang mulai masuk, kulihat jam menunjuk angka 12 lebih. Nah pikirku, saatnya makan siang, jadi aku langsung pulang (rumah dekat gitu loh... sekitar 300m) dan kukendarai motor honda'94 ku yang kukirim dari semarang (jaspro gak ada tahun ini jadi gak jadi beli motor sendiri hehe) sampai rumah dan ...... makan!Tepat pukul setengah dua aku ada di bengkel, ruang kerjaku yang menurut istriku "sangat berantakan" dan "tidak teratur". Aku langsung naik ke ruang bosku untuk melaporkan kerjaan yang mau aku lakukan ke Bengkulu. Bosku bilang akan dipertimbangkan dulu, maklum kerjaan butuh 10 hari, perlu 2 mobil dan melibatkan 500kg-an kabel dan peralatan lain. Belum lagi anggaran yang dibutuhkan untuk pekerjaan itu termasuk uang jalan beserta uang minyaknya. Bosku kemudian berkata,"Pak Dwi, Saya terima dulu jadual ini nanti Saya koordinasikan dengan bagian kendaraan dan keuangan. Tetapi Saya dapat info bahwa nanti akan ada kendala dengan kas!". "Maksudnya,Pak?", tanyaku. Bosku njawab," begini, uang kas kita belum dapat dropping dari P3B. Dan ditanya ke P3B Sumatera katanya juga belum ada dropping dari pusat (jakarta), dan kondisi sekarang kas tinggal 8 jutaan". Aku kemudian turun termenung sambil berfikir kenapa kok unit sebesar kantorku yang ngurusi pengaturan listrik dari ujung lampung sampai bengkulu (hampir separo sumatera gitu loh) gak punya duit. Sampai di bawah kudengar info dari Asmen TU mengatakan bahwa kas tinggal 8 jtaan.Semakin maleslah aku.....Oh kantorku.................maaf 'kere' (baca: ora sugih).Sore kusempatkan sejenak lihat blogspot ungaraners, eh taunya ada artikel dari mas Bagus. Gak ngerti lagi aku apa maksudnya, maklum makin lama males makin oon. Gak tau tuh apa hubungannya antara epilepsi, sama Lestari (yang satunya disensor.) Yang kutahu epilepsi ya epilepsi dan lestari ya lestari (prinsipium identitas). Tapi kalo mau dihubungkan mungkin ada. Epilepsi itu penyakit dan Lestari itu bugil, trus lestari kena penyakit, epilepsi kali. Nah sekarang ada hubungannya, jadi Lestari kena epilepsi. Nah itu jelas hubungannya dan cocoooooook tenan. .......................dan tertawalah aku sendiri.dasar wong edan, pikirku dalam hati.Maka berlalulah hari ini dengan tenang.Peace alias piiiiiiisssssssssssssssss kabeh.......hehe.

by: Dwi Asta

Monday, September 19, 2005

Katresnan Salah Panggonan

Mendung angendanu ngebaki awang awang kutho Jogja, kang wektu kui wetoro jam 2 awan. Aku kang lagi wae meduk seko kreto jurusan jakarta-jogja amung iso mbatin, "kutho khang tak tinggal sajroning 10 tahun saiki kahanane bedo banget rikolo tak tinggal biyen". Alon alon aku mlaku mengidul ngliwati dalan malioboro kang dek biyen iseh sepi seko kendaraan. Onone becak, andong, pit onthel, sepeda motor kui wae iseh siji loro kang nduweni.

Malioboro kok dadi rame koyo ngene gek neng ndi kui wit witan kang ono tengah dalan kang biyen ngadeg, koyo nantang sopo sing iso ngembrukke wit-witan kui. Nanging saiki malioboro anane amung toko, mall, lan poro pedagang kang ngebaki trotoar pinggir dalan Malioboro. Nanging jaman gelem ra gelem kudu owah, majuning jaman.


Aku kang ora ngerti aku kudu numpak opo yen arep neng desaku, kepekso aku takon marang bapak polisi neng ngarep pos polisi. " nyuwun sewu pak, menawi bade teng ndeso XXX meniko ngagem bis jalur pinter nggih, pak ?", aku takok kanthi ngati ati. "Oooo mas e numpak jalur 4 mawon, mangke mandap wonten prapatan XXX ", pak polisi sajake wong jogja asli, ketero iso boso alus. "Matur nuwun pak.", aku lungo lan age-age numpak bis jalur 4.

Sak dalan-dalan aku namatake kahanan kuthaku kang wes akeh banget bedane. Ora kroso aku kelingan kedadean khang dak alami 10 tahun kepungkur kang ndadekake aku lungo seko desaku. Ora kroso atiku deg-degan gek dekke uwes duwe anak piro yo? Ah, embuh sing penting aku bali arep sowan bapak-ibu wes suwe aku ora sungkem karo penjenengane kekalih, gek ora iso mabayangke kapangku marang bapak kaliyan ibu.

Nanging atiku tetep ora iso nguwali roso kang saiki tak roso awit aku kelingan jamane semono, dek aku iseh SMA. Kenyo kang iso gawe getering atiku, yo kenyo kui katresnanku kang kaping pisan.

"Rika, aku mengko oleh dolan nggonamu ora.?"aku mbengok amargo Rika wes arep metu seko gerbang sekolah. Rika noleh, namatke aku kanthi mripat kang tajem, dewekke mbengok ugo, "oleh kok, jam piro lehmu arep dolan neng nggonaku ?".

Aku mangsuli," mengko bar isyak yo?".

"Yo, mengko tak tunggu", Rika mlayu nututi bis kang biasa di tumpaki.

Wengine aku dandan ben ketok nggantheng neng ngarepe Rika, aku kang biasane ora nganggo wangi-wangi, wengi kui kepekso aku nganggo wewangian nggone mbakyuku. Aku nylih motore masku, yo motor tuwo, nanging cukuplah timbang numpak pit onthel.

Tekan ngarep omahe Rika aku dodok dodok lawang, kahanan omah wektu kui sepi, lampu ngarepan murup nanging ora patio padhang. Lawang di buka, sing mbuka Rika dewe. Pas lawang mbuka aku mambu wangi kembang melati kang ndadekke irungku kembang kempis.

"Ayo mlebu, kok malah ndomblong to.??" Suarane Rika ngagetake aku.

"Eh..ehh?. matur nuwun ..kok sepi Rik..??", aku takon.
?Iyo bapak karo ibu tindak neng suroboyo, soale mbayuku arep ngalirake , dadi yo aku mung di kancani Mbok yem, kui wae wes turu kae?, wangsulane Rika.

Wektu semono Rika nganggo kaos kuning tipis, kathok cekak, ndadekke awak kang weweg cetho, pancen Rika kang ayu, ndadekke atiku kok dadi ora kepenak koyo ngene.
Aku mung iso nglirik kahanan ono ing ngarepku. Rika mesem weruh aku kang ora jenak, amargo seko kahanan kang aku dewe dari ora kepenak. Alon alon Rika nyeraki aku.

"Antok, kok meneng wae to.?" Rika kondo kanthi alus. Aku soyo ora karu-karuan, atiku tambah deg-degan.
"o..o..ora popo kok, Rik", aku wangsulan sak kecekele.
"Rene to rodo cerak rene, ojo adoh adoh, bengi iki kok kroso adem yo?", kandane Rika meneh. Aku ora iso kumecap, awit Rika ngerti ngerti wes ngrangkul aku, lan mepetke awake kang weweg. Dadane Rika kang empug nemplek neng dadaku. Aku ora kroso males rakutane Rika, karo aku ngarasi lambene khan abang, tipis, koyo permen kang manis rasane. Tanganku ugo ora gelem kalah, kanthi cukat trengginas ngelusi dadane Rika. Soyo suwe kahanan kui soyo ndadi. Aku lan Rika wes ora eling meneh kedadeyan sak banjure amargo wes kedereng roso pangsoro kang nikmat ngebaki kabeh awakku lan awake Rika.

Langit wes katon padang amargo srengenge wes ngancik wanci jam 10. Lamat-lamat aku krungu suaranae bocah bocah kang rame. Kriyip-kriyip aku tangi. Lha dalah neng ngendi iki aku? Aku bingung lan ora biso opo-opo. Aku kang turu ono satengahing kuburan di rubung bocah bocah cilik. Banjur klambiku karo kathokku endi? Aku bingung ora iso kumecap, isin, bingung, lan roso kang ora iso tak gambarke campur dadi siji.

Seko kadohan Pak kyai marani aku.

"Le, kowe wes keno godo wewe sing tunggu kuburan iki, mulo kowe kudu ngati-ati yen liwat dalan iki", ujare pak kyai. Aku banjur di terke bali sak wise di ombeni wedang putih seko pak kyai.

Amargo kedadeyan kui aku karo bapak banjur di titipke paklikku neng kutho Jakarta, ben aku ora kelingan terus marang kedadean khan gawe githok mengkirig.

"Prapatan xxx, prapatan xxx,?", bengokke kenek bis kota.

"Kiri mas,..!!" aku age age medun seko bis kota. Selak kangen bapak karo ibuku.

-godril-

Komunike BAB I - ayat 2

Malaikat itu nampak lagi seneng banget. Si fulan cuma diam saja, enggan bertanya, dan memulai pembicaraan dengan tema lain.

fulan: eh.... bentar lagi dah puasa ya...
malaikat: iya...cepet ya setahun...
fulan: ho oh... ah .. puasa lagi...
malaikat: kayaknya lo ga seneng?
fulan: bukan getuw, cuma...
malaikat: takut lemes? takut ga kuat?
fulan: ho oh... gitu dee..
malaikat: ah siba... biasanya lo jg kalo ngantor ga pernah sarapan.. lupa minum.. ntar maghrib baru brangkat ke warung. Tuh kuat...
fulan: ....ya.. tapi....
malaikat tapi kenapa? beda ya? sebenernya sama aja kok.. lo aja yang dibikin beban sendiri
fulan: beban sendiri gimana?
malaikat: ya faktor pemberatnya ya di lo sendiri itu, terlalu mikirin dan khawatir ntar kalo kamu ndak kuat gimana.. ntar kalo kamu haus gimana, ntar kalo kamu laper gimana...nyatanya toh lo tiap hari telat makan juga oke...
fulan: oh.. giitu ya?
malaikat: yo'i mannnn! (manusia maksudnya...)
fulan: eh eh.. lo pada ngapain kalo mo masuk puasa gini...
malaikat: jaga stamina, man... jaga stamina... kita-kita mo muter-muter, di suruh boss buat nyampein paket buat yang pada puasa.... cihuy!!!
fulan: heheh.. seneng loe ye..
malaikat: iyee donk.. my fav event man...
fulan: paket apaan si?
malaikat: pahala, man...
fulan: ooo....
malaikat: mau?
fulan: oh tentuuu!!!
malaikat: eit.. ibadah dulu mas boi..worship.. worship...
fulan: hehehe.... asik... ntar kalo gw mo ibadah.. dapet banyak ngga paket nya?
malaikat: mmm... (sambil menghitung)..... wah.. dikit paling .... napa?
fulan: yaaahh.. kok dikit???
malaikat: yah elooo...maunya ibadah kalo dapet persenan.. dodol. Ogah lah...
fulan: lah trus?
malaikat: lah kalo lo mang niat ibadah ya ibadah aje... ga usah mikir pamrih, man!!! Hari gini, ibadah masih mikirin pamrih??? Basi!!
fulan: oh .. i see.. i see
malaikat: ntar di kasi surprise deh.. tapi jangan ditunggu. Oke? Udah ga usah mikirin pamrih... repot sendiri lo ntar...
fulan: hmh....
malaikat: dah ah.. cabut dulu.. see ya in da house man (sampe ketemu di masjid maksudnya) ! Ramadhan is in da house!
fulan: yoi... take care...

si malaikat tampak gembira sekali, dan dan si fulan pun menata hati, meneruskan pekerjaannya hari ini sampai maghrib tiba.

-original post: godril-

Wednesday, September 14, 2005

Aku dan Tuhan (babak satu)

Sesi dialog ini terjadi di suatu tempat, di suatu waktu, dan berlangsung abadi. Nah, ini aku capture buat share saja.


Aku: Hm... (desah bosan)
Tuhan: Hm juga...
Aku: Lho.. Tuhan di sini juga toh? Sejak kapan?
Tuhan: Lho.. Aku sudah di sini sejak dulu...lha kamu kok di sini?
Aku: Eh iya ya.. aku kok di sini...
Tuhan: Sebab Aku lah yang menaruhmu di sini.
Aku: Hah? Iya toh? Kok aku ngga nyadar?
Tuhan: Kamu kapan mau nyadar? Kalian manusia ini memang tidak bisa sadar, atau emang sengaja gak mau nyadar. Kamu kenapa mukamu berantakan gitu?
Aku: Nda tau lah, kerjaan ku dah selesai, hari ini target terpenuhi...Senangnyaaahh...tapi aku ndak tau sekarang mau ngapain lagi...
Tuhan: Oh.. lagi seneng ya? Napa seneng?
Aku: Ya karena akhirnya dengan usahaku aku bisa kerja layak, dengan otakku aku bisa menghasilkan rejeki....banyak lah...
Tuhan: Oh menurut mu begitu?
Aku: Emang begitu kan?
Tuhan: dasar moron...
Aku: lho kok sewot?
Tuhan: Apa pekerjaanmu yang sukses?
Aku: marketing kan? mosok Tuhan ndak tau?
Tuhan: trus dari dulu.. kamu belajar apa?
Aku: OS, TCP/IP, fisika, matematika...
Tuhan: emang ada hubungannya sama marketing?
Aku: ........
Tuhan: kalo Aku membiarkanmu mengandalkan itu, hari ini kamu ga ada di sini ngetik blogmu yang bodoh itu. Aku memberikan mu jalan, Aku memberikan mu kesempatan yang tidak pernah kamu bayangkan. Aku memberimu nafkah, Aku memberikan kesehatan padamu, bahkan... Aku membuatmu seganteng ini dan kamu bilang itu berkat usahamu ???
Aku: ................ (terdiam ngga bisa omong apa2)
Tuhan: Aku ambil balik aja ya.
Aku: Woh!!! Jangan donk Tuhaaann!!!!! Ih tega deh!!!!
Tuhan: Habis kamu ga tau diri gitu sih!!!
Aku: iya deh.. iyaaa.. ntar aku shalat...
Tuhan: Huh! Kalian ini! Maunya ibadah kalo Aku ancem.. ngakunya aja cinta sama Aku! Kalo begini sih binatang masih lebih baek dari kalian.
Aku: iya deh iyaaa... sori.. sori.. jangan marah ya.. plisss...
Tuhan: .....
Aku: ... plis ya...
Tuhan: .....
Aku: kok diem.. marah ya?
Tuhan: .....

Dan tanpa aku sadari ... Tuhan sudah kembali ke arsynya, memutuskan untuk tetap memilahara aku dan yang lainnya.....
(bersambung)

-original post: godril-

Tuesday, September 13, 2005

Epilepsi, C..., dan Lestari

Seperti pagi biasanya, nunggu busway di halte Setiabudi. Ada seorang cewek lumayan cakep di sebelah kananku yang memaksa mataku untuk bergarak ke pinggir kanan. Tepat di depanku ada seorang lelaki besar (segedhe lehong) yang selalu menggerakkan badannya dan membuatku gak nyaman, karena gerakan badannya itu jelas membuat lantai halte sedikit bergetar. Aku gak terlalu perhatian pada lelaki itu karena jelas lebih enak ngelihatin cewek di kananku. Hingga gerakan kaki si lelaki semakin kencang dan kelihatan menendang-nendang lantai halte, ... dan aku pingin segera menegurnya. Tapi belum sempat kutegur, lelaki itu mengejang dan sempoyongan lalu jatuh. Reflek, kutangkap badan bongsornya, karena aku tak tahu apa lagi yang harus kulakukan (cewek-cewek pada menyingkir ketakutan), lalu kuletakkan di lantai halte secara perlahan. Kulari menghampiri penjaga loket dan bilang pada dia untuk memanggil dokter, aku bilang ada yang kena stroke. Aku kembali ke lelaki tadi yang udah diangkat ke tengah halte oleh beberapa penunggu busway lainnya. Tubuhnya masih menegang, aku masih gak tahu harus berbuat apa, beberapa saat hanya tertegun melihat tubuh lelaki itu yang masih kejang (kejet-kejet klo orang jawa bilang). Aku hanya berharap dia tidak mati. Lalu kulonggarkan dasinya, dan beberapa orang lain mencoba melonggarkan ikat pinggang, serta meminta agar orang jangan mengerumuninya. Aku berdiri dan masih gak tahu harus berbuat apa, tapi ketika kulihat mulut lelaki itu berbusa, aku mulai tenang, mungkin hanya epilepsi, pikirku. Dan benar, beberapa saat kemudian, lelaki itu tersadar, walaupun nampak belum bisa menguasai tubuhnya. Dia minta bantuan untuk duduk di kursi pojokan halte.
Jam 7.13, aku harus segera dapat bus sebelum terlambat ngantor. Akhirnya bus pun datang. Spanjang jalan aku merenung, bagaimana jika tadi bukan epilepsi, bagaimana jika benar-benar stroke, bagaimana jika itu terjadi pada keluargaku, pada orang yang kusayang, pada teman-teman ku (ungaraners), bagaimana jika itu terjadi dan aku cuma bisa berdiri tanpa tahu harus berbuat apa.
Aku merenung betapa malunya lelaki tadi setelah sadar dan menjadi bahan obrolan penumpang bus transjakarta. Ah aku telah salah sangka mengira lelaki tadi resek karena suka menggerak-gerakkan badannya, ternyata itu reaksi perlawanannya terhadap serangan epilepsi.
Sampe kantor telat, duduk, nyalain komputer, dan buka imel. Masih saja ada masalah c... itu. Mbok ya sudah, gak usah diperpanjang. Aku tahu sulit bagi yang tersakiti tuk memaafkan, walaupun si pelaku sudah meminta maaf. Tapi aku tahu, teman kita ini pasti mau segera memaafkan dan kita bisa menjalani perkawanan seperti biasa. Maafkan saya juga yang mungkin ikut menyumbang salah dalam kasus ini (dengan membungkuk serendah-rendahnya), maafkan juga temanku yang satu itu, kumohon dengan kerendahan hati. Dan kuharap suasana ini akan cepat cair, dan tidak hanya diselesaikan lewat internet saja, kayaknya kita mesti ngumpul lagi. Jangan jadi aku yang di halte tadi, yang hanya bisa panik dan gak ngapa-ngapain saat masalah datang. Hidup ini terlalu singkat, dan kenapa harus dihabiskan untuk sakit hati dan bermusuhan.
Imel dari teman jurnalis, ada cewe solo bernama Tiara Lestari / Ayu Lestari menjadi model bugil yang terpampang di cover majalah playboy edisi agustus kemarin. Aku pernah dengar namanya, tapi kayaknya klo sampe bugil di playboy jelas harus mengelus dada (klik di sini klo pengen tahu aja, kusaranin jangan diklik, dosa tanggung sendiri). Klo ada cewek jawa yang sekarang bugil untuk konsumsi umum, aku gak tahu 20 tahun lagi, cewek jawa mungkin akan lebih dari itu. Dan Ungaraners yang punya anak, aku pikir gak mau klo anaknya ngikutin jejak Lestari kan? dan sekali lagi jangan menjadi aku yang di halte tadi, yang gak bisa ngapa-ngapain, ada sesuatu yang harus kita kerjakan untuk generasi selanjutnya.
"Gus...bahan presentasi direksi ditunggu segera" kata bosku, kusignout imel, ngebut nyiapin bahan presentasi.
ngikutin godril
-original post by bagus, setelah jam pulang kerja, sebelum di kos-kosan-

Thursday, September 08, 2005

Si Bandar

"Wooo... wong edian kabeh!", keluh pendek dari pemilik suara khas, anak seoarang kyai NU itu terdengar lirih. Dia hanya melirik ke arah barisan bangku belakang ketika pak Dakir menerangkan rumus integral, dan terkesan asik konsen dengan si rangking 1. Dari bangku paling belakang deret kedua dari pintu itu, sepasang tangan sudah mengocok kartu domino. Beberapa anak di belakang mulai dari deret pertama sampai ke empat mulai memilah uang ratusan untuk dipertaruhkan. Itulah hiburan kami yang stress dengan matematika yang dalam satu minggu bisa 10 jam mata pelajaran, mencoba melewati siang itu dengan bermain samgong. Keadaan tersebut berlanjut sampai beberapa minggu kedepan, hingga kami menemukan permainan lainnya yang lebih asik. Tapi siang itu rupanya pertandingan samgong agak kolot. Si Asmen BNI ngotot kalo si bandar berbuat curang. Sementara saya di pojok deret ke empat hanya bermain empat putaran sebelum saya meneruskan mencoret-coret meja saya dengan huruf jawa dengan menggunakan tipex Affandi.

Beberapa tahun berlalu, semenjak kami meninggalkan bangku-bangku itu, beberapa meneruskan jenjang pendidikan, sebagian memutuskan bekerja, bahkan ada yang langsung ke panggung pelaminan, dan si bandar rupanya menderita sakit. Kami pun bersepakat untuk bertemu bersama dan menengok si bandar ke Ambarawa. Dengan agak sedikit kaget, ternyata keadaannya sudah demikian parah. Kami terdiam sejenak memandang jenggotnya yang lebat, badan yang hanya tulang terbalut kulit, dengan nafas yang tersengal-sengal seperti habis lari sprint 500m. "Te, kowe kok saiki koyo Wong Aksan to", kami mencoba menghiburnya. Dan ketika pulang kami dibawakan sedikit minuman keras untuk di bawa di acara gathering di rumah Dian.

Beberapa minggu berlalu, sebuah kabar membuat kita semua terhenyak. Si bandar akhirnya berpulang. Kembali kami bersepakat untuk datang lagi. Saat itu gerimis dan awan gelap memayungi di Ambarawa. Rupanya upacara requiem itu sudah selese dan kami mencoba datang ke makamnya di dekat masjid Ambarawa (apa ya nama masjidnya?).

Gundukan tanah itu basah dan agak becek tergenang air karena gerimis. Kami terdiam dan mencoba mendoakannya dalam hati masing-masing. Si bandar, si IQ tertinggi (menurut test), si bengal, sudah kembali ke perut bumi. Kami akan mencoba mengingatnya, dalam setiap permainan samgong yang kami mainkan. Met jalan ya, Te. Thanx for the games.

posted by: godril

Friday, September 02, 2005

Rabu Paranoia

Teeeeeettt...Teeeeeettt..Teeeeeeett...
Bel cempreng itu berbunyi tiga kali di suatu pagi di hari rabu. Damn! Malas sekali rasanya, sebab hari rabu adalah mimpi buruk bagi kami kaum ranking 10 kecil. Dengan agak-agak panik beberapa dari anak-anak 3A1.1 itu membuka buku pelajaran jam pertama untuk menghapalkan beberapa rumus dan teori. Buku tebal hijau itu pun di acak-acak untuk memperkirakan pertanyaan yang akan muncul.
tek.. tek ... tek...suara sepatu hak tinggi itu sudah terdengar menyusur lorong tengah SMAN 1 Ungaran. Aaaahh.. tidaaaakk.... setiap rabu pagi kami mendapat pressure seperti ini. Ibu guru ini selalu mengadakan ulangan di hari rabu pada jam pertama, untuk melatih skill kami di mata pelajarannya.
"Yak.. siapkan kertas", suara lembut dari seorang wanita bertubuh agak tinggi, kurus, dengan gulungan dan tusuk konde di rambutnya yang digelung. Beberapa menit kemudian kami harus memeras otak kami untuk menjawab 5 soal yang diberikannya hari itu. Rumus empiris, molekul, persenyawaan, hukum avogadro.. whatta hell! 15 menit berlalu dan nilai dari kaum 10 kecil serasa konstan. Do re mi fa sol maximal. Tapi apa pun yang terjadi, kami mencoba menyukai guru kami yang satu ini, dengan pertimbangan, dia memiliki putri yang duduk di kelas satu yang cukup layak untuk dikecengin, walaupun putra sulungnya yang kebetulan satu kelas dengan kami hampir selalu dapat dipastikan bakal uring-uringan kalau kami titip salam buat adiknya, atau untuk orang tuanya. Kadang kami pun bingung karena kami berniat baik titip salam, apa itu salah? Hehe...
Ah,.. bu guru Kimia, apa kabar mu sekarang? Masih kah murid-murid mu bengal seperti kami? Padahal niat mu untuk mengajari mereka setinggi langit, tapi kami sering merespon dengan negative. Pertemuan terakhir, rupanya bu guru sudah agak berubah, karena umur. Hampir kami tidak mengenalinya. Aaahh.. maapkan kami ya bu, kalo kami dulu tidak tau diri.

-original post : godril -

Thursday, September 01, 2005

Staples... Stepler... Streples... Whatever...dan Gembok

Hari ini waktu saya sedang bikin laporan bulanan di kantor saya, saya membutuhkan staples (begitu versi saya bilang). Saya cari-cari kok ndak ada, akhirnya saya pinjem di ruang sebelah. Dan di sinilah kenangan sekolah saya muncul. Staples yang saya pinjam itu memiliki cover plastik keras berwarna merah, dan bentuknya benar-benar mirip staples kecil saya dulu dan saya pake buat gantungan di resleting tas kecil saya. Saya ingat sekali bahwa saya suka sekali dengan staples saya itu. Dan beberapa teman rupanya mulai terganggu karena saya suka sekali menstaples celana mereka di kursi waktu mereka tidak sadar dan duduk di bangku kayu, trus saya menstaples beberapa tas sampe ndak bisa dibuka... heheheh... apa masih ada yang inget ya? Tidak puas dengan staples, lalu beberapa minggu kemudian saya membeli 3 buah gembok. Yang satu warna kecil hitam, yang satu medium dan yang satu medium kuning. Kali ini yang dulu pernah punya tas dengan resleting ganda dua arah, pasti pernah mengalami tas nya kena gembok dan panik pada saat tidak bisa mengeluarkan buku. Hahaha... sayang sekali.. sekarang tas kantor teman-teman saya tidak ada yang berresleting ganda dua arah, karena saya punya gembok silver yang ga bakal bisa di dongkel seperti gembok kecil saya yang warna item dulu, yang berhasil didongkel hanya dengan jangka!!!

-original post by: godril-