Seperti pagi biasanya, nunggu busway di halte Setiabudi. Ada seorang cewek lumayan cakep di sebelah kananku yang memaksa mataku untuk bergarak ke pinggir kanan. Tepat di depanku ada seorang lelaki besar (segedhe lehong) yang selalu menggerakkan badannya dan membuatku gak nyaman, karena gerakan badannya itu jelas membuat lantai halte sedikit bergetar. Aku gak terlalu perhatian pada lelaki itu karena jelas lebih enak ngelihatin cewek di kananku. Hingga gerakan kaki si lelaki semakin kencang dan kelihatan menendang-nendang lantai halte, ... dan aku pingin segera menegurnya. Tapi belum sempat kutegur, lelaki itu mengejang dan sempoyongan lalu jatuh. Reflek, kutangkap badan bongsornya, karena aku tak tahu apa lagi yang harus kulakukan (cewek-cewek pada menyingkir ketakutan), lalu kuletakkan di lantai halte secara perlahan. Kulari menghampiri penjaga loket dan bilang pada dia untuk memanggil dokter, aku bilang ada yang kena stroke. Aku kembali ke lelaki tadi yang udah diangkat ke tengah halte oleh beberapa penunggu busway lainnya. Tubuhnya masih menegang, aku masih gak tahu harus berbuat apa, beberapa saat hanya tertegun melihat tubuh lelaki itu yang masih kejang (kejet-kejet klo orang jawa bilang). Aku hanya berharap dia tidak mati. Lalu kulonggarkan dasinya, dan beberapa orang lain mencoba melonggarkan ikat pinggang, serta meminta agar orang jangan mengerumuninya. Aku berdiri dan masih gak tahu harus berbuat apa, tapi ketika kulihat mulut lelaki itu berbusa, aku mulai tenang, mungkin hanya epilepsi, pikirku. Dan benar, beberapa saat kemudian, lelaki itu tersadar, walaupun nampak belum bisa menguasai tubuhnya. Dia minta bantuan untuk duduk di kursi pojokan halte.
Jam 7.13, aku harus segera dapat bus sebelum terlambat ngantor. Akhirnya bus pun datang. Spanjang jalan aku merenung, bagaimana jika tadi bukan epilepsi, bagaimana jika benar-benar stroke, bagaimana jika itu terjadi pada keluargaku, pada orang yang kusayang, pada teman-teman ku (ungaraners), bagaimana jika itu terjadi dan aku cuma bisa berdiri tanpa tahu harus berbuat apa.
Aku merenung betapa malunya lelaki tadi setelah sadar dan menjadi bahan obrolan penumpang bus transjakarta. Ah aku telah salah sangka mengira lelaki tadi resek karena suka menggerak-gerakkan badannya, ternyata itu reaksi perlawanannya terhadap serangan epilepsi.
Sampe kantor telat, duduk, nyalain komputer, dan buka imel. Masih saja ada masalah c... itu. Mbok ya sudah, gak usah diperpanjang. Aku tahu sulit bagi yang tersakiti tuk memaafkan, walaupun si pelaku sudah meminta maaf. Tapi aku tahu, teman kita ini pasti mau segera memaafkan dan kita bisa menjalani perkawanan seperti biasa. Maafkan saya juga yang mungkin ikut menyumbang salah dalam kasus ini (dengan membungkuk serendah-rendahnya), maafkan juga temanku yang satu itu, kumohon dengan kerendahan hati. Dan kuharap suasana ini akan cepat cair, dan tidak hanya diselesaikan lewat internet saja, kayaknya kita mesti ngumpul lagi. Jangan jadi aku yang di halte tadi, yang hanya bisa panik dan gak ngapa-ngapain saat masalah datang. Hidup ini terlalu singkat, dan kenapa harus dihabiskan untuk sakit hati dan bermusuhan.
Imel dari teman jurnalis, ada cewe solo bernama Tiara Lestari / Ayu Lestari menjadi model bugil yang terpampang di cover majalah playboy edisi agustus kemarin. Aku pernah dengar namanya, tapi kayaknya klo sampe bugil di playboy jelas harus mengelus dada (klik di sini klo pengen tahu aja, kusaranin jangan diklik, dosa tanggung sendiri). Klo ada cewek jawa yang sekarang bugil untuk konsumsi umum, aku gak tahu 20 tahun lagi, cewek jawa mungkin akan lebih dari itu. Dan Ungaraners yang punya anak, aku pikir gak mau klo anaknya ngikutin jejak Lestari kan? dan sekali lagi jangan menjadi aku yang di halte tadi, yang gak bisa ngapa-ngapain, ada sesuatu yang harus kita kerjakan untuk generasi selanjutnya.
"Gus...bahan presentasi direksi ditunggu segera" kata bosku, kusignout imel, ngebut nyiapin bahan presentasi.
ngikutin godril
-original post by bagus, setelah jam pulang kerja, sebelum di kos-kosan-
No comments:
Post a Comment