Wajah ingusan itu tetap menempel dimukanya, walau kutahu dia sebentar lagi menjadi ayah. Hanya saja perut sudah mulai membuncit dan kulit semakin gelap, persis mencerminkan betapa dia tinggal di tempat yang jauh dari peradaban (kekekek). Keluar dari peron stasiun gambir, hanya menyandang sebuah tas dan sebuah buntelan tas plastik. Kusalami, sejenak basa-basi dan segera cari taksi. Spanjang Gambir - Setiabudi, dia asyik bercerita tentang pekerjaannya, tentang amburadulnya data gathering ala BPS, tentang uang sisa proyek yang harus dihabiskan walaupun sisa, tentang susahnya jadi pimpro, tentanggodaan-godaan berbuat curang dan tetek bengeknya. Ah... wajah memang ingusan, tapi kayaknya udah ada kemajuan.
Dia harus terbang ke kendari esok pagi, dan check in jam enam pagi. Pupus sudah harapanku untuk nganter ke bandara naik damri.
Pas nyampe setiabudi timur I nomor 8A, soni juga kebetulan sudah datang, giliranku sekarang nraktir dia mie ayam (biasanya klo maen ke ngempon, andalannya ditraktir mie ayam). Malam pun mulai datang, layaknya teman yang lama gak ketemu, asyiklah ngomongin masa lalu, mulai dari ngomongin kelakuan konyol kami yang menyumbang penderitaan bagi teman lain, sampe ngomongin kenapa dia bisa terdampar di sebuah kabupaten baru bernama Dombana (klo gak salah tulis, kayaknya negeri antah berantah)
Lepas isya', dia mulai cerita tentang nikmatnya menikah, terus mencoba menggoda kami bahwa malam pertama itu luar biasa rasanya walaupun dia jug bercerita bahwa melalui malam pertama dengan sukses bukanlah suatu hal yang mudah, butuh kesabaran, pemanasan, pelemasan, doa dan tentunya kekuatan (lagi-lagi kekekeke). Untung ada Dwi dan Adi yang membantu lewat sms (emangnya sekarang gituan bisa pake sms ya? wah ini tehnologi 4G namanya, huahahahaha). Yah pokoknya gitu deh, membuatku (seperti kata Adi) butuh tatih tayang.
Setelah makan malam, bincang-bincang dilanjutkan sampe jam 1 malam, sampe akhirnya mereka berdua tertidur sedangkan aku masih memelototi layar untuk membuat Saladin menguasai seluruh dunia sebelum 1860 AD.
Nyaris jam 5 pagi, dia membangunkanku (soni juga), pamit akan segera berangkat ke bandara. Taksi udah menunggu di depan kos, so... selamat jalan ya, hati-hati Adam Air belum ketemu tuh. Diapun berangkat, dan aku lanjutkan mimpiku menguasai dunia. Tengah hari muncul sms, dia sudah ada di makassar daan harus menunggu penerbangan ke kendari (5 jam nunggunya) dan katanya naik taksi habis 100 ribu, hehehe biar tahu mahalnya hidup di jakarta yah. Kali laen klo nyari tiket pesawat yang siangan atau sore gitu loh.
Kutunggu di jakarta bulan depan yah, jangan kapok.
No comments:
Post a Comment